Download

Senin, 22 April 2013

THE A.B.C . MURDERS -- AGATHA CHRISTIE (1936)

The A.B.C. Murders, salah satu judul novel cerdas karangan Agatha Christie. Pertama kali melihat novel ini, aku sempat memandangnya dengan sebelah mata. Karena di awal novel banyak sekali dibumbui dengan dialog-dialog “yang katanya” humor kelas atas khas Inggris yang sejujurnys bagi ku sangat tidak lucu dan tidak menarik. Di awal novel ini memang benar-benar terasa begitu datar dan amat biasa. Dari bagian 1 hingga akhir bagian 4, Tidak ada suatu hal yang rumit yang dijelaskan dengan sangat cerdas oleh Mr. Hercule Poirot, si tokoh di dalam novel ini. 

Tapi, ketika masuk kedalam bagian ke-5 dari novel ini, aku mulai sedikit serius. Karena aku melihat Mr. Poirot mulai memberikan kesimpulan-kesimpulan cerdas mengenai beberapa hal. Salah satu hal rumit yang berhasil diuraikan oleh Mr. Poirot dalam bagian ke-5 novel ini adalah ketika dia (Mr. Poirot) membuat kesimpulan cerdas yang tidak lazim. Dia berkesimpulan kalau pembunuhan yang terjadi di Andover yang menimpa Mrs. Ascher bukan dilakukan oleh suaminya. padahal, kesimpulan mayoritas setiap tokoh dan mungkin pembaca akan mengarahkan tuduhan pada Mr. Ascher, seorang pemabuk berkebangsaan jerman yang kasar.

Mr. Poirot memberikan kesimpulan tersebut dengan sangat hebat. Dia seakan merekonstruksi adegan pembunuhan di otaknya. Dan diwaktu yang sama dengan otak yang sama pula, dia juga men-seleksi pihak-pihak dan karakter-karakter yang mungkin terlibat dalam kasus pembunuhan di Andover. Bagiku itu hebat. Menggambarkan situasi kejadian dan mencocokkannya dengan bergbagai variabel yang berupa karakter tertuduh dan akhirnya mengambil sebuah kesimpulan besar hasil dari seleksi motif, analisa psikologi dan, dengan peluang terjadinya pembunuhan

(tulisan ini belum selesai, he3)
Selengkapnya...

Kamis, 11 April 2013

BAGI RAPORT

kemarin rabu adalah hari yang sangat menegangkan bagi adik-adik yang saat ini duduk dibangku SD. karena pada hari itu ada moment yang biasanya membuat para bocah seperti seakan-akan sedang duduk di bangku pesakitan. yah, moment besar itu adalah moment bagi raport. agenda semesteran yang selalu terjadi berulang-ulang dengan tingkat tekanan yang selalu bervariasi. karena juga tergantung dari tingkat dinamika kelas. yang pinter akan lebih santai jika teman-teman di kelasnya banyak yang ga pinter. tapi, beda kejadiannya jika dia (si pinter) ada dikelas yang isinya pinter semua. 

rabu itu aku sedang berjalan menuju kampus. ketika itu banyak kutemui anak-anak SD yang berjalan berdampingan bersama orang tuanya. macam-macam ekspresi yang terbentuk di wajah anak-anak berseragam putih merah itu. ada yang tertunduk lesu ada juga yang riang seakan tidak terjadi apa-apa di hari rabu itu. ekspresi orang tua mereka juga macam-macam. ada yang sumingrah, ada yang kecut dan bahkan ada yang berjalan dengan tatapan kosong. 

melihat fenomena bagi raport membuat diriku mengenang kembali masa-masa SD. moment bagi raport sangat-sangat menegangkan. apalagi ketika bagi raport pertama kalinya, yakni raport siswa SD kelas 1 caturwulan 1. untungnya ketika moment tersebut aku bisa mendapatkan peringkat 5 dikelas. yah, bagus enggak jelek juga enggak, lumayanlah. ketimbang 2 sahabatku, idham sama siapa lagi lupa namanya, mereka ga naik kelas.

tetapi seungguhnya bagus atau tidak raport yang nilai adalah, orang tua. bagus dapet bakso, jelek dapat semprot. kalo raport ku bagus biasanya aku akan keluar masuk rumah seakan seorang raja yang keluar masuk istana. tapi kalo raport ku jelek, pohon belimbing depan rumah atau pohon belimbing sayur di pertigaan jalan antara keruing dan melur (kota depok) adalah tempat yang paling pas untuk bersembunyi. tapi, biasanya, sejelek-jeleknya raport SD ku, lebih jelek lagi raport SD si Haikal (adik kandung pertama). jadi biasanya haikal bisa dijadikan pengalih isu. he3 

pernah suatu ketika nilai matematika ku mendapat 6. aku benar-benar sangat takut untuk pulang ke rumah. nilai 6 itu sangat mencoreng, bukan hanya untuk ku tetapi juga untuk keluargaku (lebay). wajar, ibu ku seorang guru begitu juga dengan bapak ku. sangat ga asyik rasanya jika ibu ku yang guru di beri nasihat oleh guru-guruku. jadi, setelah pulang sekolah (bagi raport), aku langsung lari. lari ke pohon belimbing sayur di depan kios mak irot. harapannya ibu ku tidak menemukan ku. tapi, ujung-ujungnya juga ketemu. ya iya lah, pohon belimbing sayur tingginya ga sampai 5 meter. gampang banget terlacak.

semprotan itu biasa, karena dengan itu, akhirnya aku punya semangat untuk memperbaiki keadaan. didikan orang tua ku memang sangat keras. maklum, karena kami bersaudara 5 cowok semua. jadi selalu dibiasakan untuk terus bertarung dengan kehidupan. dibiarkan agak bebas tapi dengan sanksi yang keras. bahkan, kalo tangan ga bisa bikin jera kenakalan kami, sapu pun bisa jadi pilihan. tapi memang cara ini cukup ampuh. akhirnya kami ga nakal-nakal banget. minimal ga berani sama orang tua. 

moment bagi raport memang selalu seru. tapi bijak menilai seorang anak baik atau buruk tidak semata-mata dengan nilai-nilai yang tertulis di raport. ada anak yang nilainya bagus-bagus tapi nakal, dan ada pula sebaliknya. raport hanyalah angka-angka yang tidak bisa merepresentasikan tingkat kemanusiaan kita. alagkah baiknya orangtua mengajari kepada anak-anaknya untuk terus belajar. tapi bukan semata untuk juara 1 di kelas. tapi lebih dari itu.

ibu ku pernah bilang, "buat apa juara 1, pinter, prestainya banyak, tapi ga pernah sholat". pintar itu harus seimbang antara apa yang ada di raport dan di kehidupan nyata. pintar itu, seharusnya juga memudahkan kita untuk memilih mana yang benar dan mana yang salah. harapanku, adik-adik kemarin yang baru saja bagi raport, ilmunya yang didapat disekolah dapat membuat mereka hidup lebih dewasa. dan dewasa ini adalah dewasa yang sesungguhnya. bukan dewasa abal-abal. bukan dikatakan dewasa jika anak SD bisa nyanyi lagu cinta dan penampilannya dimirip-miripin sama boy band
Selengkapnya...

Senin, 08 April 2013

DI TOLAK ARJUNO

setapak demi setapak kaki yang telah banyak luka ini menuruni jalur pendakian gunung arjuno. dan di setiap tapakan kaki dikala turun gunung membuat hati ini seakan ikut jatuh di pusaran terbawah dari rasa sesal. ya, rasa sesal yang hadir dikarenkan kaki ini harus turun disaat puncak gunung arjuno belum bisa ku jamah.

ketika petir saling sahut menyahut, di sertai amuk angin yang ingin menghempaskan pohon tak berdaya, seketika ku teringat ayat Allah swt dalam surat Al-Baqarah 216. rasa sesal yang sedari tadi selalu menghantuiku kini berubah menjadi rasa sesal atas sikap penyesalanku. aku sadari, pilihan untuk mundur dari pendakian adalah takdir Allah swt. yang nilai akurasi kebaikannya lebih tinggi dari sekedar ego ku sebagai manusia. 

dan seandainya perasaan sesal itu masih ada, aku rasa itu sikap yang sangat jahat. karena jika memaksakan untuk ke puncak di saat para sahabat kita sudah tidak sanggup mendaki. berarti sama saja dengan sikap ingin menang tapi dengan mengorbankan rasa kemanusiaan. kata-kata "it's not the mountai we conquer but ourselves" sepertinya sangat tepat dan bijak menjadi acuan dikala memilih kondisi seperti yang tim pendakian kami alami di Arjuno.

"boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu", tidak ada pendaki yang tidak kecewa dikala harus memutuskan untuk berhenti mendaki di saat puncak belum dijamah. "dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu". tetapi dikala kondisi dimana harus memilih untuk tetap mendaki ke puncak, padahal resikonya sangat tinggi, bukan hanya untuk diri pribadi tetapi juga untuk tim. mungkin saja rasa sesal yang hadir dikarenakan gagal kepuncak, ternyata masih lebih kecil dari rasa sesal yang hadir disaat diri ini atau sahabat kita menjadi korban atas semua keinginan ego kita. "Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".

pendakian gunung Arjuno ini merupakan pendakian pertama ku yang gagal. tapi kedepannya sangat mungkin aku akan kembali mengulang pendakian di gunung ini. tentunya dengan persiapan yang jauh lebih matang. dan mungkin lebih memperhatikan saran-saran "mistis", seperti, kata Hananto: "Arjuno itu simbol ke-gantengan, jadi hanya yang ganteng yang bisa sampai puncak, yang ga ganteng kena badai (he3)". kemarin naiknya sama Ukasyah, jadi jelas kena badai, wkwk. mungkin besok naiknya bisa bawa Afghan, Herjunot, atau artis Indonesia yang cakep lainnya. wkwk

terimakasih buat pengalaman yang sangat luar biasa, buat Ukasyah, Hananto Adi, Hilman Arif dan Nugroho Wiratama... 
Selengkapnya...