Download

Minggu, 10 Juli 2011

RACUN ISTILAH

Banyak cara yang dapat digunakan oleh mereka para orientalis untuk menjauhkan ummat dengan ajaran islam. Salah satu cara yang paling ampuh saat ini adalah dengan membuat terminologi-terminologi baru di masyarakat. Atau bahkan dengan cara menyandingkan istilah-istilah ilmiah dengan kata islam (mereduksi kata islam). Terminologi-terminologi tersebut disebarkan dan dipahamkan pada masyarakat dengan gaya yang sangat ilmiah, sehingga secara tidak sadar kita dan masyarakat kita melazimkan terminologi-terminologi tersebut.

Ketika membaca buku ”epistemologi kiri”, saya menemukan sebuah analisa yang cukup mencengangkan terhadap penggunaan terminologi-terminologi yang selama ini lazim kita gunakan. Sebut saja istilah seperti; islam fundamentalis, islam konservatif, islam moderen, dan segala kata islam lainnya yang cukup banyak. Sadar tidak sadar, sebenarnya penggunaan terminologi-terminologi ini akan berdampak negatif bagi perkembangan islam.

Hasan hanafi, seorang pemikir filsafat timur dalam buku epistimologi kiri berpikir bahwa masyarakat islam saat ini disudutkan dengan istilah-istilah negatif. Media massa bahkan filem-filem layar lebar saat ini seringkali mengulang istilah-istilah negatif seperti teroris dan fundamentalis dalam setiap tayangannya. Tidak masalah sebenarnya. Tapi kenapa ketika kita berbicara tentang teroris atau fundamentalis selalu ditujukan pada mereka yang bersorban dan berjanggut? Bukankah ini termasuk dalam hal yang menyudutkan islam?.

Menurut Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya ”fiqih prioritas” juga menyatakan bahwa penggunaan istilah-istilah baru (terminologi baru) adalah satu cara yang paling ampuh untuk memecah belah umat islam di zaman ini. ”Pada hari ini mereka menggunakan baju liberalisme Barat, yang mempertajam senjata pena mereka untuk memerangi Kebangkitan Islam, dan kebangkitan barunya; mengacaukan da'wahnya; menghalangi para dainya; dan menciptakan istilah-istilah baru untuk menjauhkan umat dari agamanya (Islam); seperti: Islam politik, atau fundamentalisme”.

Reduksi ideologi

Sebagai masyarakat muslim yang hidup di lingkungan ilimah, sebenarnya kita harus bisa lebih bijak dalam memilih kata-kata untuk mengistilahkan suatu hal. Harus ada analisa yang dalam sebelum kita melontarkan sebuah istilah. Karena dampak yang akan ditimulkan akan sangat besar jika istilah-istilah tersebut salah diartikan oleh orang awam.

Tidak ada masalah sebenarnya jika kita menggunakan istilah-istilah ilmiah untuk menggambarkan suatu hal. Tapi akan menjadi masalah jika kata-kata ilmiah disandingkan dengan kata islam. Karena ketika kata islam disandingkan dengan kata yang memiliki makna idiologis akan terjadi proses reduksi istilah.

Reduksi istilah adalah proses bergabungnya dua istilah menjadi sebuah pokok bahasan, dan impunan istilah yang mengenai salah satu pokok pemikiran itulah yang sering kita sebut dengan terminologi.

Ketika dua kata ideologis tereduksi maka akan terjadi pertarungan pengaruh dalam istilah yang saling mereduksi tersebut. Sehingga nantinya salah satu istilah pasti akan menjadi dominan dalam terminologi tersebut. Sebagai contoh penggunaan istilah ”islam Kiri”, tanpa kita harus melakukan pembedahan terlalu dalam terkait istilah ini pasti kita akan paham kalu terminologi ini erat kaitannya dengan paham komunisme. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa kata islam tereduksi oleh kata ”kiri”. Islam lah yang diwarnai oleh ajaran karl marx, bukan sebaliknya. Sehingga wajar jika para penganut paham ini lebih kental pemahaman dialektika marxis-nya ketimbang pemahaman akan islamnya.

Istilah paradoks

Jika tadi kita berbicara terkait bahayanya ketika ada kata yang saling mereduksi, maka kali ini pembahasan kita akan terfokus pada istilah-istilah yang disandingkan dengan islam tetapi sebenarnya istilah tersebut paradoks secara substansi dengan ajaran islam.

Istilah-istilah paradoks tersebut sebenarnya sangat berbahaya sekali bila digabungkan dengan kata islam. Karena yang akan terjadi adalah penyimpangan dalam memaknai islam itu sendiri. Sebagai contoh; kata islam fundamentalis, islam tradisional, dan lainnya. Ketika kita menjumpai terminologi-terminologi tersebut tentunya kita akan menjadi bingung. apakah ada istilah kaum fundamentalis dalam islam? dan adakah kaum islam tradisional?

Istilah Fundamentalisme sebenarnya adalah istilah yang lekat dengan kaum gereja yang taat di eropa pada abad pertengahan. Tapi lama kelamaan istilah tersebut akhirnya lazim digunakan sampai sekarang. Dalam pandangan pemikiran barat, istilah fundamentalis adalah sebuah faham kepanutan teguh pada pokok ajaran kepercayaan. Jadi, istilah fundamentalis merupakan sebuah predikat yang diberikan kepada mereka-mereka yang taat akan ajaran agamanya/ golongan fanatik gereja.

Dalam surat Al-Baqoroh ayat 208, kita sebagai muslim diperintahkan oleh Allah SWT untuk memasuki islam dengan menyeluruh. sehingga, menjadi seorang yang taat menjalankan islam adalah memang tuntutan bagi semua muslim. Sehingga seharusnya tidak perlu ada kata ”fundamentalis” dalam kamus ummat nabi muhammad SAW. Kata fundamentalis terlalu dipaksakan jika harus masuk dalam istilah islam. dan seandainya kita ikut-ikutan memboomingkan istilah ”fundamentalisme islam” maka istilah itu kita akan tujukan pada siapa? Ustadz dan ulama kita kah? Kalau ditujukan pada mereka, berarti anda secara tidak sadar menganggap diri anda tidak taat beragama.

Selain istilah fundamentalis, ada pula istilah seperti ”islam tradisional”. Sebenarnya siapakah mereka yang dikatakan sebagai kaum tradisional dalam islam? apakah nabi muhammad SAW dan para sahabatnya? kalau memang ada istilah seperti, berarti islam adalah agama yang tidak dapat menembus dimensi waktu, atau dalam artian tidak dapat selaras dengan perkembangan zaman.

Jika kita berbicara mengenai tradisional atau moderen berarti kita mau tidak mau juga harus berbicara tentang budaya. Karena baik tradisional maupun moderen merupakan sebuah tingkatan peradaban. Dan seseorang dikatakan tradisional atau moderen ditentukan oleh budaya lingkungan sosial. Sehingga subjektif sebenarnya jika kita harus memilah mana yang tradisional dan mana yang modern. Budaya lingkungan sosiallah yang berhak menjadi hakim.

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah swt lewat perantara nabi Muhammad saw. Islam diturunkan oleh Allah swt sbagai pedoman bagi semua ummat manusia untuk menjalankan hidup. Sehingga secara otomatis islam bebas dari pengaruh ruang dan waktu. jadi, apabila tingkat peradaban di tentukan oleh justifikasi budaya lingkungan sosial maka islam tidak dapat dinilai dengan cara seperti itu. Sehingga penggunaan istilah islam tradisional dan islam modern sebenarnya tidak tepat. Kalaupun harus memaksa menggunakan istilah tersebut, siapakah orang-orang yang disebut sebagai kaum islam tradisional? Islam itu hadir karena wahyu, bukan budaya.

Membunuh ummat dengan terminologi

Banyak masalah yang sebenarnya dapat terjadi jika penggunaan istilah-istilah sosial yang dikaitkan dengan islam dibiarkan. Ummat islam akan sangat mudah untuk dikotak-kotakan. Sehingga apabila sudah seperti demikian (terkotak-kotak) akan dengan mudah di adu domba. Dan hal ini bukanlah sebuah hipotesis akan analisa sosial umat islam lagi. Tapi ini sudah menjadi sebuah realita yang memilukan untuk kita saksikan dan rasakan.

Bagi musuh-musuh islam, penggunaan istilah-istilah populer dizaman ini sebenarnya merupakan sebuah taktik jitu untuk menjauhkan ummat islam dengan ajaran agamanya, dengan para ulamanya, dan bahkan dengan saudara seimannya. Istilah-istilah populer yang disandingkan dengan islam sangat tidak tepat dan terkesan sangat negatif. Sehingga phobia akan islam merebak malah dikalangan ummatnya sendiri. Media massa secara sadar atau tidak sadar terlalu sering mempergunakan terminologi-terminologi sesat saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Contohnya, seperti ketika berbicara mengenai berita terorisme belakangan ini. Para pelaku tindak terorisme selalu di identikan dengan para golongan islam fundamentalis. padahal kita tahu, bahwa arti dari fundamentalis sebenarnya tertuju pada mereka yang taat menjalankan ajaran agama. Sehingga dengan pemberitaan macam itu, masyarakat akan phobia dengan institusi-institusi dakwah (islamic center dan pesantren).

Selain menyerang realitas sosial masyarakat. Penggunaan istilah-istilah populer yang disandingkan dengan islam juga akan membuat kekacauan pola pikir (terutama para akademisi). Istilah islam saat ini banyak sekali direduksi oleh ideologi-ideologi barat. Padahal, ketika istilah islam tereduksi oleh ideologi-ideologi tersebut, maka yang akan dijumpai adalah pewacanaan yang tidak berimbang. Lebih kental nuansa ideologi ketimbang ajaran agama. Sehingga, ummat akan semakin jauh dengan ajaran islam yang sesungguhnya.

2 komentar:

Alfajri mengatakan...

cool, ada sebuah perspektif menarik juga yang sempat terpikirkan ketika menyadari perbedaan kata agama di depan islam itu sendiri. haha
sebab kata islam dan turunannya dalam al qur'an hanya pernah disandngkan dengan keterangan diin..
itupun dengan suatu kecerdasan maha indah (subhanallah), yang sehingga dalam tataran majas fusha (arab) menjadikan kata diin itu yang harus terdefinisi oleh islam, bukan sebaliknya
pemikiran lanjutannya, pak,
kata agama yang dalam sansekerta dimaknai sebagai ibadah vertikal dalam ajaran hindu budha nggak selayaknya juga disandingkan dengan Islam yang lebih dari sekedar ubuddiyah semata..
sementara religion, yang juga dalam serapan english berarti prosesi misa atau persekutuan doa gereja, lebih ga level bangetan seakan jadi pohon klasif yang salahsatu cabangnya itu al diin al islam
seperti yang pernah kak win tulis juga, islam bukanlah ideologi seperti paham kiri atau kanan
maka bagi saya, islam juga bukan agama atau religion seperti 'yang lainnya' hhoo

WIN ARIGA mengatakan...

hahaha...betul juga si Mira...ayo kita adu analisa terkait sesuatu hal yang tak nampak tapi sangat berbahaya jika kita tak menampakkannya...